Senin, 03 Juni 2013

Tarif dan Cara Menghitung PPN dan PPnBM

TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PPN DAN PPnBM
Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Tarif PPN & PPnBM
1.
Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
2.
Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen)
3.
Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, yaitu: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
1.
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2.
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk pajak yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3.
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang.
4.
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
5.
Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan, yaitu;

a.
Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

b.
Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

c.
Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata;

d.
Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;

e.
Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar;

f.
Untuk aktifva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuandapat dikreditkan, adalah harga pasr wajar;

g.
Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen)dari Harga Jual.

h.
Untuk penyerahan jasa biro perjalananatau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

i.
Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;

j.
Untuk jasa anjak piutang adal 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon;

k.
Untuk penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.

l.
Untuk penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.

Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM
1.
PKP “A” dalam bulan Januari 2001 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada PKB “B” dengan harga jual Rp. 25.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “A” = 10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
2.
PKP “B” dalam bulan Pebruari 2001 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp. 15.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B” = 10% x Rp. 15.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00
PPN sebesar RP. 1.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
3.
Pengusaha Kena Pajak “C” mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar RP. 35.000.000,00
PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp. 35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00
4.
Pengusaha Kena Pajak “D” menimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20% (dua puluh persen).
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:

a.
Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00

b.
PPN = 10% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00

c.
PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00

Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35% (tiga puluh lima persen).

Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.

Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp. 150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang adalah:

a.
Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00

b.
PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00

c.
PPnBM =35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00


PKP “D” dapat mengkreditkan PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor BKP tersebut terhadap PPN sebesar Rp. 15.000.000,00
Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan baik dengan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 maupun dengan PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00

Sabtu, 01 Juni 2013

PTKP Baru berlaku mulai tgl. 01 Januari 2013

Berita baik untuk para Wajib Pajak (WP) bahwa Pemerintah telah memastikan kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp. 15,8 juta per tahun menjadi Rp. 24,3 juta per tahun dan akan mulai berlaku pada tanggal 01 Januari 2013.
Kenaikan PTKP ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 2012.
Dengan berlakunya peraturan PTKP ini maka mulai tahun 2013, masyarakat Indonesia yang memiliki penghasilan sampai dengan Rp. 24,3 juta tidak akan dikenakan pajak.
Berikut adalah Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru :
1. Untuk Diri Wajib Pajak Orang Peribadi = Rp. 24.300.000,-
2. Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin = Rp. 2.025.000,-
3. Tambahan untuk penghasilan istri yang digabung dengan penghasilan suami = Rp. 24.300.000,-
4. Tambahan untuk anggota keluarga (max. 3 orang) = @ Rp. 2.025.000,-
Atau, Jumlah PTKP terbaru berdasarkan Status Perkawinan adalah sebagai berikut :
* TK/0 = Rp. 24.300.000,-
* K/0 = Rp. 26.325.000,-
* K/1 = Rp. 28.350.000,-
* K/2 = Rp. 30.375.000,-
* K/3 = Rp. 32.400.000,-
(created by @ditgalex)

Tag: 

PPH PASAL 23 (Perhitungan, Pemotongan, Pencatatan, Pelaporan)

PPH PASAL 23 (Perhitungan, Pemotongan, Pencatatan, Pelaporan)

Apa itu PPh Pasal 23 ? Siapa pemotong dan penerima penghasilan yang dipotong?, Apa saja obyek pajaknya? Bagaimana contoh perhitungannya? Bagaimana prosedur pemotongannya? Bagaimana pencatatannya (perlakuan akuntansinya)? Dan yang tak kalah pentingnya; bagaimana hubungan PPh PASAL 23 dengan PPh PASAL 25 dan PPh PASAL 29? Hmm… abviously, it is not merely about tax law of the articles (PPh Pasal 23), but it’s rather about “How To’s.


PPH Pasal 23 – FAQ

[Q]. Apa itu PPh Pasal 23?
[A]. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
[Q]. Siapa yang wajib bertindak selaku pemotong PPh Pasal 23?
[A]. Pemotong PPh Pasal 23: badan pemerintah,Wajib Pajak badan dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
[Q]. Siapa penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23?
[A]. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23: WP dalam negeri, BUT

[Q]. Apa saja obyek pajaknya dan berapa tarif-nya?

[A]. Seperti ini:

15 % dari jumlah bruto atas: dividen, bunga, dan royalti, hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

15 % dari jumlah bruto dan final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi, yang jumlahnya melebihi Rp. 240.000,00 setiap bulan.

15% dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Tarif, perkiraan penghasilan neto, dan objeknya adalah: 15 % x 20 % dari jumlah bruto atas sewa penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat, 15 % x 40 % dari jumlah bruto atas sewa lainnya (tidak termasuk sewa tanah dan bangunan).

15 % dari perkiraan penghasilan netto atas Imbalan jasa Lainnya.

[Q]. Imbalan jasa lainnya, jasa apa saja yang dimaksudkan jasa lainnya?

[A]. Dibagi menjadi 5 (lima) kelompok besar berdasarkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)-nya, yaitu:

(1). DPP-nya 50% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
a). Jasa profesi.
b). Jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi
c). Jasa akuntansi dan pembukuan
d). Jasa penilai
e). Jasa aktuaris

(2). DPP-nya 40% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):

a). Jasa tehnik dan jasa manajemen.

b). Jasa perancang / desain : Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan, Jasa perancang mesin dan jasa perancang peralatan, Jasa perancang alat-alat transportasi/kendaraan, Jasa perancang iklan/logo, Jasa perancang alat kemasan.

c). Jasa instalasi/pemasangan : Jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik / telepon / air / gas / AC / TV Kabel, kecuali dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi, Jasa instalasi/pemasangan peralatan,

d). Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan mesin, listrik / telepon / air / gas / AC / TV kabel, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan peralatan, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan alat-alat transportasi / kendaraan, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan bangunan, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin / sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

e). Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap.

f). Jasa penunjang dibidang penambangan migas.

g). Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas.

h). Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara.

i). Jasa penebangan hutan, termasuk land clearing.

j). Jasa pengolahan/pembuangan limbah.

k). Jasa maklon.

l). Jasa rekruitmen/penyediaan tenaga kerja.

m). Jasa perantara.

n). Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh BEJ, BES, KSEI dan KPEI.

o). Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan KSEI dan tidak termasuk sewa gudang yang telah dikenakan PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996

p). Jasa telekomunikasi yang bukan untuk umum

q). Jasa pengisian sulih suara (dubbing) dan/atau mixing film.

r). Jasa pemanfaatan informasi dibidang teknologi, termasuk jasa internet.

s). Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan/pemeliharaan dan perbaikan.


(3). DPP-nya 13.33% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan /pemeliharaan/perbaikan bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV Kabel, sepanjang jasa tersebut dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi,

(4). DPP-nya 26.67% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
a. Jasa perencanaan konstruksi.
b. Jasa pengawasan konstruksi.

(5). DPP-nya 10% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
Jasa pembasmian hama dan Jasa pembersihan, Jasa Catering, Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.


[Q]. Okay. Ada ketentuan khusus lainnya?
[A]. Oh ya, ada beberapa yang dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 23, bisa dibaca di situs resminya DJP.

[Q]. Kapan saat pengkuan PPh Pasal 23 terhutang?
[A]. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

[Q]. Kapan PPh Pasal 23 di setorkan?
[A]. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.

[Q]. Kapan SPT PPh Pasal 23 disampaikan ke Kantor Pajak?
[A]. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.


Okay, saya rasa cukup “Frequently Ask Question’-nya.

Eit…. Pasti ada yang mau tanya….”Apa bedanya PPh Pasal 23 dengan PPh Pasal 4(2)?" Smart question! Tetapi jawabannya saya pending dahulu, nanti kita bicarakan di pembahasan pembahasan PPh Pasal 4(2).


Prosedur, Perhitungan & Perlakuan PPh Pasal 23

Cara perhitungannya sebenarnya sederhana saja, jauh lebih mudah dibandingkan perhitungan PPh Pasal 21. Sebelum ke cara dan contoh perhitungannya, serta prosedur pencatatan dan pelaporannya, ada beberapa jargon (istilah) yang perlu dipahami pengertiannya (yang saya sebutkan disini adalah yang penting-penting saja), yaitu:

BUT = Acronym dari Badan Usaha Tetap = Representative Office = Perwakilan perusahaan asing yang berkedudukan di Indonesia.

Jumlah Bruto/Penghasilan Bruto/Nilai Bruto = Total nilai transaksi persewaan = Penghasilan yang diterima atas persewaan sebelum memperhitungkan adanya perkiraan cost/expense yang timbul guna memperoleh penghasilan tersebut.

Jumlah Neto/Penghasilan Neto/Nilai Neto = Total Nilai transaksi persewaan [dikurangi] perkiraan cost/expense yang timbul guna memperoleh penghasilan persewaan tersebut.

DPP = Dasar Pengenaan Pajak = Nilai Neto/Penghasilan Neto = Penghasilan setelah dikurangi perkiraan expense/cost.

Pemotong = Pihak yang melakukan pemotongan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca kembali FAQ).

Terpotong = Pihak penerima penghasilan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca kembali FAQ).

Okay, cukup jargonnya. Next is how to’s….

Kalau kita summarized dari FAQ tadi, maka obyek pajak dan tarifnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu:

[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 menggunakan “Jumlah Bruto” sebagai DPP (Dasar Pengenaan Pajak).

Contoh Kasus-1:

Pada tanggal 10 May 2008, PT. Sukses Gemilang, membagikan dividen masing-masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Sukses Gemilang wajib memungut PPh Pasal 23.

a). Dari sisi pemotong:
Berapa besarnya PPh Pasal 23 yang harus di potong? Bagaimana cara mencatat pembagian dividen tersebut? Bagaimana prosedur pemotongan, pencatatan dan pelaporan PPh Pasal 23-nya? Bagaimana pengaruhnya terhadap PPh Pasal 25 dan 29 PT. Sukses Gemilang?

b). Dari sisi yang terpotong:
Apa yang harus dilakukan?, apa pengaruh PPh Pasal 23 terhadap PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 pihak yang terpotong?

Read on….

Tarif PPh Pasal 23 atas dividen adalah 15% (baca kembali FAQ), sehingga besarnya PPh Pasal 23 yang dipotong kepada masing-masing pemegang saham dihitung dengan formula:

PPh Pasal 23 = Tarif x Jumlah Bruto = 15% x 10,000,000
PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = 20 x Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = Rp 30,000,000

Atas pembagian dividen tersebut, PT. Sukses Gemilang:

1). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas pembagian dividen dan pemotongan PPh Pasal 23, dengan jurnal:

[Debit]. Dividen = Rp 200,000,000 (Jumlah bruto x 20)
[Credit]. Cash = Rp 170,000,000 (Total Bruto – PPh Pasal 23)
[Credit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000

2). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pemotongan dan menerbitkan bukti pemotongan PPh Pasal 23 atas dividen yang diterima oleh pemegang saham masing-masing sebesar Rp 1,500,000 kepada keduapuluh penerima dividen.

3). Pada penutupan buku Tanggal 30 May nanti, di neraca PT. Sukses Gemilang akan muncul: Dividen (pengurang retained earning) sebesar Rp 200,000,000 di sisi Pasiva, pada kelompok equity, dan Utang PPh Pasal 23 sebesar Rp 30,000,000 di sisi aktiva lancar (current asset). Itulah disebut “saat pengakuan PPh Pasal 23 terhutang” (baca kembali FAQ).

4). Pada tanggal 10 June 2008 (latest) menyetorkan PPh Pasal 23 (yang telah dipungut olehnya) ke kas negara melalui bank persepsi (disebut “Saat penyetoran”), dan atas penyetoran tersebut dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000
[Credit]. Cash = Rp 30,000,000

Dengan jurnal di atas, maka Utang PPh pasal 23 menjadi nol, dan akumulasi cash-out adalah Rp 200,000,000 (sama dengan pengakuan dividen-nya: Rp 170,000,000 telah dicatat tanggal 10 May dan Rp 30,000,000 telah dicatat tanggal 10 June 2008).

5). Tanggal 10 June 2008 (latest), melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 disertai:
a). Daftar pemotongan
b). Bukti Pemotong masing-masing 1 copy
c). SSP atas setoran yang telah dilakukan melalui bank persepsi.


Apa pengaruhnya terhadap besarnya PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 PT. Sukses Gemilang (selaku pemotong)?, Jawabannya: Tidak ada pengaruhnya. PT. Sukses Gemilang telah mengakui pembagian dividen sepenuhnya (Rp 200,000,000) dan pengakuan cash-out sejumlah yang sama. Dividen bukanlah cost/expense. Hanya saja, atas pembagian dividen tersebut PT. Sukses Gemilang akan memasukkan pembagian dividen tersebut pada SPT PPh Badan Tahunan-nya pada blanko 1771-V (Bagian:B).


b) Di pihak terpotong (penerima dividen).

Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas penerimaan dividen dan potongan PPh Pasal 23 dengan jurnal:

[Debit]. Cash = Rp 8,500,000 (Nilai neto setelah dipotong PPh Pasal 23)
[Debit]. PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
[Credit]. Pendapatan dividen = Rp 10,000,000

Pada tanggal 10 May 2008, menerima bukti pemotongan PPh Pasal 23 dari PT. Sukses Gemilang dan mengarsipkannya.

Pada saat pembuatan SPT PPh Pasal 29 nantinya, PPh Pasal 23 tersebut dimasukkan ke dalam blanko 1770 S-1 (Bagian:B) dan akan menjadi kredit pajak (Blanko 1770-S Bagian:D), dengan melampirkan bukti potong yang telah diterima dari PT. Sukses Gemilang.

Itulah prosedur dan perlakuan akuntansi atas PPh Pasal 23 pembagian dividen. Untuk obyek pajak yang dihitung berdasarkan jumlah bruto lainnya, silahkan lihat kembali FAQ).


[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 yang menggunakan “Jumlah Neto” sebagai DPP.

Besarnya jumlah neto telah ditentukan oleh undang-undang dengan persentase tertentu dari jumlah bruto-nya berdasarkan jenis jasa yang diserahkan (silahkan baca kembali FAQ).

(1). DPP-nya 30% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN): Jasa Konsultan Akuntansi

Contoh:
Pada tanggal yang sama (10 May 2008), PT. Sukses Gemilang menerima Debit Note dari “Asal-asalan Solusindo Consultant” yang menangani pembukuannya sebesar Rp 5,500,000 (termasuk PPn). Untuk itu PT. Sukses Gemilang wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebelum dilakukan pembayaran, dengan perhitungan sebagai berikut:

PPh Pasal 23 = Tarif x DPP
PPh Pasal 23 = Tarif x [30% x (Jumlah Bruto - PPn)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x (5,500,000 – 500,000)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x 1,500,000]
PPh Pasal 23 = 4.5% x Rp 2,500,000
PPh Pasal 23 = Rp 67,500


Untuk prosedur pemotongan, penyetoran, pelaporan dan perlakuan akuntansinya, sama saja dengan contoh sebelumnya. So, saya tidak perlu jelaskan hal yang sama lagi.

Dan contoh perhitungan atas obyek lainnya (tarif dan DPP lainnya), silahkan dikembangkan, get self-exercised (baca FAQ dengan teliti kata demi kata, kalimat demi kalimat), saya yakin dengan 2 contoh di atas, sudah lebih dari jelas.


I have couple of questions:

Mengapa ada obyek PPh Pasal 23 yang menggunakan jumlah bruto sebagai DPP, sementara ada obyek PPh Pasal 23 lainnya menggunakan jumlah neto sebagai DPP? Why?

Logically, bisa dilihat bahwa obyek yang dihitung berdasarkan bruto-nya, adalah obyek-obyek pajak yang untuk memperoleh penghasilan tersebut sama sekali tidak ada cost/expense. Sementara obyek yang menggunakan jumlah neto sebagai DPP adalah obyek-obyek (penyerahan jasa) yang obviously ada pengorbanan ekonomis (cost/expense) untuk memperoleh pendapatan tersebut.

But, read on my next question.....................

Mengapa jasa Akuntansi jumlah neto-nya 30%, sementara jasa lainnya dengan % yang berbeda?.

Ada yang bisa membantu saya mencarikan logika atas pertanyaan itu?, rekan-rekan dari accounting? Rekan-rekan dari manajemen?, atau bapak-bapak dari DJP? Bapak-bapak dosen dan konsultan pajak?. Silahkan tulis komentar anda, saya akan senang berdiskusi mengenai masalah ini.

Prosedur perhitungan, pemotongan, pencatatan dan pelporan PPH Pasal 23, sesungguhnya tidak sesulit perhitungan dan perlakuan PPh pasal 21 atau pajak lainnya, yang agak confusing adalah obyek pajaknya (setidaknya itu menurut saya). Silahkan share juga pendapat anda mengenai hal ini.
Update: 12-May-2008 (Penting).
Hmmm... say abaru tahu ada tarif efektif PPh Pasal 23 terbaru 2007 (PER-70/PJ/2007), saya ketinggalan, mengikuti tarif PPh pasal 23 yang berubah terus, what a confussion!. Untuk tarif silahkan baca PER-70/PJ/2007, sedangkan untuk perlakuan masih berlaku hal yang sama seperti yang saya tulis disini.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 22

CONTOH 1---PT Pasaribu Motors mengimpor barang dari Korea. PT Pasaribu Motors adalah importir mobil yang telah memiliki Angka Pengenal Impor. PT KIA mengimpor unit 50 mobil, dengan harga faktur $ 10.000 per unit. Biaya asuransi dan biaya angkut yang berkaitan dengan impor mobil tersebut masing-masing adalah 2% dan 3%. Bea masuk yang dibayar oleh PT KIA Motors sebesar 5% dari CIF dan bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs pada saat itu ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebesar $1 = Rp 9.000. Berapa PPh pasal 22 yang harus dibayar?Harga faktur : 50 unit x $10.000                                   $500.000
Biaya asuransi(2%)                                                       $   10.000
Biaya angkut(3%)                                                         $   15.000
                                                                                      --------------
CIF                                                                                $525.000
Bea masuk: 5% x $525.000                                          $  26.250
Bea masuk tambahan:20% x $525.000                         $105.000
                                                                                       -------------
Nilai Impor                                                                  $ 656.250



Nilai Impor dalam rupiah:
$656.250 x Rp 9.000 =  Rp   5.906.250.000,-
PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API)
2,5% x Rp   5.906.250.000 = Rp  147.656.250,-

CONTOH 2---PT Wiro mengimpor barang dari Jepang. PT Wiro tidak memilki Angka pengenal Impor, adalah perusahaan percetakan yang mengimpor mesin Fotokopi dari Jepang sebanyak 20 unit barang. Harga faktur per unit sebesar US$500. Biaya asuransi dan biaya angkut antar daerah pabean masing-masing 5% dan 10% dari harga faktur. Pungutan pabean lain yang sah adalah Rp 22.500.000,-. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada waktu itu adalah Rp 9.000. Berapa PPh 22 yang harus dibayar?

Harga faktur 20 x $500                                                     $10.000
Biaya asuransi 5% x $10.000                                            $    500
Biaya angkut 10% x $10.000                                            $  1.000
                                                                                         ------------
CIF                                                                                    $11.500
CIF dalam Rupiah $11.500 x Rp 9.000          =      Rp 103.500.000
Pungutan pabean lainnya                                        Rp   22.500.000
                                                                                ---------------------
Nilai Impor                                                               Rp 126.000.000
PPh 22 yang harus dipungut (tidak memiliki API):
Rp 126.000.000 x 7,5% = Rp 9.450.000




CONTOH 3---PT Traktor Bersatu, perusahaan penyewaan alat berat yang memiliki API, mengimpor alat berat DOZER TRACTOR dari Jerman dengan harga faktur US$100.000. Biaya asuransi sebesar US$5.000 dan ongkos angkut sebesar US$25.000. Kurs Tengah BI (BI rate) waktu itu sebesar Rp 10.000 dan kurs pajak ditetapkan sebesar Rp 9.000 per US$1. Bea masuk dibayar oleh PT Traktor Bersatu sebesar 30% dari CIF. Berapa PPh 22 yang harus dibayar dan Buat jurnal atas pembelian ini.
Harga faktur                                                                $100.000
Biaya asuransi                                                             $    5.000
Biaya angkut                                                               $  25.000
                                                                                   -------------
CIF                                                                             $130.000
CIF dalam rupiah $130.000 x Rp 9.000         = Rp 1.170.000.000
Bea masuk 30% x Rp 1.170.000.000              =  Rp    351.000.000
                                                                           ------------------------
Nilai Impor                                                          Rp 1.521.000.000
PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API)
Rp 1.521.000.000 x 2,5% = Rp 38.025.000
JURNAL:
DOZER TRACTOR                                       Rp 1.300.000.000
Pajak Penghasilan pasal 22                              Rp      38.025.000
       Kas                                                            Rp 1.338.025.000



CONTOH 4---PT ABC mengimppor barang dari USA dengan harga US$30.000. Asuransi yang dibayar diluar negeri sebesar 5% dari harga dan biaya angkut sebesar 10% dari harga. Bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing 10% dan 20%. (Berdasarkan kurs pajak US% = Rp 10.000). PT ABC tidak memiliki API dan mengimpor melalui PT XYZ; importir yang memiliki API. Berdasarkan perjanjian kedua pihak, handling fee dtetapkan sebesar 1,5% dari harga impor. Hitung PPh 22 yang harus dipungut dan Jurnal transaksi ini.
Harga faktur                                                                $ 30.000
Biaya asuransi                                                             $  1.500
Biaya angkut                                                               $ 30.000
                                                                                    -------------
CIF                                                                             $ 61.500
CIF dalam rupiah $61.500 x Rp 10.000              = Rp    615.000.000
Bea masuk 10% x Rp 615.000.000                      = Rp     61.500.000
Bea masuk tambahan 20% x Rp 615.000.000     = Rp   123.000.000
                                                                                ------------------------
Nilai Impor                                                              Rp   922.500.000
Pajak Penghasilan pasal 22= 2,5% X Rp   922.500.000 = Rp 23.062.500
Handling Fee = 1,5% x Rp   922.500.000 = Rp 13.837.500
JURNAL
Barang X (NI+Handling fee)          Rp  936.337.000
Pajak Penghasilan pasal 22           Rp    23.062.500
                          Kas                                                 Rp  959.400.000


PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PEMBELIAN OLEH INSTANSI PEMERINTAH, BUMN/BUMD, DAN INSTANSI TERTENTU
CONTOH 1---Dinas Pendidikan Nasional Kota Yogyakarta membeli mebel dan peralatan kantor lain dari PT Furniture senilai Rp 220.000.000 (termasuk PPN 10%). PPh 22 yang harus dipungut oleh bendaharawan Dinas Pendidikan Nasional kota Yogyakarta adalah sebagai berikut:
DPP PPN = (100/110) x Rp 220.000.000 = Rp 220.000.000
PPh pasal 22 = Rp 220.000.000 x 1,5% = Rp  3.000.000,-
CONTOH 2---PT TELKOM Jakarta Selatan pada bulan Maret 2005 telah melakukan beberapa transaksi antara lain sebagai berikut:
  1. Melakukan pembelian benda-benda pos seperti perangko dan materai langsung ke PT (persero) Pos Indonesia. Jumlah keseluruhan nilai pembelian benda-benda pos tersebut adalah Rp 9.800.000
  2. Membayar tagihan pembelian kertas continous form dari PT Indah Kiat Paper sebesar Rp 55.000.000 (termasuk PPN)
  3. Membayar tagihan pembelian paper clip dari CV Clip Baru dengan nilai total sebesar Rp 1.045.000 termasuk PPN
  4. Membayar tagihan atas pembelian semen kepada PT Indo Semen untuk pembangunan kantor cabang sebesar Rp 65.000.000 (tidak termasuk PPN)
  5. Membayar tagihan listrik kepada PT PLN (persero) cabang Jakarta Selatan sebesar Rp 25.000.000
Pembelian Benda POS---Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, dan benda-benda pos, dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, sesuai dengan 236/KMK.03/2003
Pembelian Kertas---Atas pembelian kertas continous form dipungut PPh pasal 22 sebesar:
PPh 22= DPP PPN x tarif PPh 22
PPh 22= (100/110 x Rp 55.000.000) x 0,1%
PPh 22= Rp 50.000.000 x 0,1%
PPh 22= Rp 50.000 PPh ini tidak bersifat final dan dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan kertas dalam negeri.
Pembelian Paper Clip---Atas pembelian ini tidak dikenakan PPh pasal 22 karena DPP PPN-nya (100/110 x Rp 1.045.000 = Rp 950.000) dibawah Rp 1.000.000 dan bukan merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
Pembelian Semen---atas pembelian semen dipungut oleh industri semen sebesar:
PPh 22 = Rp 65.000.000 x 0,25% = Rp 162.500

Cara Penghitungan PPh Pasal 21 Terbaru

Oleh Moh. Makhfal Nasirudin, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun.  Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan yang rutin dilakukan setiap bulan dan Penghitungan kembali yang dilakukan setiap masa pajak Desember (atau masa pajak dimana pegawai berhenti bekerja).
Berikut disampaikan contoh sebagai mana tercantum dalam peraturan tersebut.
Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran berupa gaji.  Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut:
Gaji   3.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja       15.000,00
Premi Jaminan Kematian   9.000,00
Penghasilan bruto   3.024.000,00
Pengurangan    
1. Biaya jabatan    
5%x3.024.000,00 151.200,00  
2. Iuran Pensiun 50.000,00  
3. Iuran Jaminan Hari Tua 60.000,00  
    261.200,00
Penghasilan neto sebulan   2.762.800,00
Penghasilan neto setahun    
12x2.762.800,00   33.153.600,00
PTKP    
- untuk WP sendiri 24.300.000,00  
- tambahan WP kawin 2.025.000,00  
    26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun   6.828.600,00
Pembulatan   6.828.000,00
PPh terutang    
5%x6.828.000,00 341.400,00  
PPh Pasal 21 bulan Juli    
341.400,00 : 12   28.452,00
Catatan:
  • Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
  • Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Juli adalah sebesar: 120% x Rp28.452,00=Rp 34.140,00
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.

Jasa Consultan


                                                                                                 Surabaya,    -    -  2013

Kepada Yth :

BAPAK/IBU PIMPINAN

Di – 

        tempat



Dengan hormat.

Kami adalah jasa perorangan yang bergerak dibidang pembuatan dan pelaporan pajak, maka dengan ini kami menawarkan diri untuk membantu Bapak / Ibu membuat dan melaporkan pajak PPh Masa 21 bulanan, pajak PPh 25 Pribadi bulanan, pajak PPh 25 Badan bulanan, dan SPT masa PPN ( SSP ) dan Pajak Tahunan ( SPT ) ke kantor pajak setempat, dan juga melayani pembuatan buku besar Pajak, Laporan keuangan pajak dan laporan keuangan internal dengan konpensasi jasa  :

1.    Untuk laporan pajak bulanan ( SSP ) sebesar Rp. 200.000,00 / bln *

2.    Untuk laporan pajak tahunan ( SPT ) sebesar Rp. 350.000,00 / thn*

3.    Untuk membuat buku besar pajak sebesar Rp. 350.000,00 / bln*

4.    Untuk membuat laporan keuangan pajak sebesar Rp. 500.000 / bln*

5.    Untuk membuat laporan keuangan internal sebesar Rp. 500.000 / bln*





Bila Bapak / Ibu beminat harap  hubungi kami : IDRIS SULAIMAN, SE. Nomor Hp.  ( IM3) 085608623119 , ( XL ) 087854390052, & (AS) 085259427389

Demikian surat penawaran kami, atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan terima kasih



Ket : * Harga bisa Nego



                                                                          Surabaya,    -    -  2013

                                                                                  Hormat kami,

                                                                     JASA PEMBUAT & PELAPORAN PAJAK







                                                                            IDRIS SULAIMAN, SE.